Ketika PSU Propinsi Induk Papua, Gereja Kristen Indonesia (GKI) di Papua pasang badan mendukung Kader Jemaatnya, seakan ingin menegaskan sikap GKI selama ini: Papua Tanah Injil, dengan mendukung paslon Cagub-Cawagub Papua Benhur Tommy Mano - Contan Carma (BTM-CK).
Sosok Tommy Mano, sebagai Calon Gubernur, sangat demokratis, beliau sangat moderat, sejak awal beliau mencari-ingin calon pasangannya (wakil), Calon Gubernur dari unsur Islam.
Nama Ketua NU, Dr Tony Wanggai, yang awalnya digadang-gadang sebagai calon Wakilnya salib Calon lain Kaka Paulus Waterpauw (Kaka PW). Sebagai Calon kuat, Komjendpol (Prn) Paulus Waterpauw lebih dulu menggandeng mantan Ketua NU Papua, Dr Tony Wanggai sebagai refresentasi calon kemajemukan masyarakat Papua.
Namun Kaka PW, demikian sapaan Jenderal Bintang Tiga ini tak dapat dukungan Partai. Otomatis gugur. Seluruh Partai mendekat dan mendukung calon lain yang lebih kuat, Kaka Matius Fakhiri(MDF) sebagai Calon Gubernur Papua, yang kini menjadi pemenang PSU Pilgub Papua oleh putusan resmi MK RI.
Disini ingin menjelaskan bahwa sosok Calon Gubernur Dr. Benhur Tommy Mano (BTM), yang pengalamannya malang-melintang di birokrasi menjadi Walikota Jayapura selama 10 Tahun dan di Kementerian Sosial RI, bukti cukup menegaskan bahwa sosok Calon Gubernur BTM sangatlah moderat dan demokratis. Beliau sama sekali bukan tokoh dan calon Gubernur sektarian konservatif primordial seperti diduga dan inarasikan publik.
Dalam konstelasi Pilgub Papua putaran pertama yang hasilnya PSU, Calon Wakil Yubernur BTM, Yerimias Bisay, mantan Bupati Kanupatem Waropen Wilyah Adat Saireri, digugurkan MK RI, karena dianggap tak memenuhi syarat administrasi KPUD dan terseret kasus pribadi (KDRT). Otomatis Pilgub Papua diputuskan PSU.
Tampilnya Constan Carma Sebagai Cawagub BTM Melahirkan Politik Identitas
Calon Wakil Gubernur BTM pasca digugurkannya Yerimias Bisay, muncul banyak nama dan BTM memilih nama Calon Wagub Constan Carma, mantan Sekda Papua, dimasa pensiun terakhir menjabat Sekretaris Persatuan Gereja-Gereja (PGI) Tanah Papua, bersama Mantan Gubernur dan Duta Besar RI, Mexico, Barnabas Suebu.
Munculnya nama Cawagub BTM, Contan Carma (CK), spontan langsung diikuti politik identitas, sekurang-kurangnya, muncul semacam me-reproduksi politik identitas agama, GKI Papua secara tak langsung seolah hadir revitalisasi identitas politik dengan simbolisasi agama dalam PSU Papua.
Mengingat Contan Carma sebagai Sekretaris GKI di Tanah Papua secara otomatis membawa nuansa baru konstelasi politik Tanah Papua, dengan label kental primordialisme identitas Calon pemimpin Papua dilihat dari aspek latar belakang agama sesuatu yang di Eropa (Jerman) yang membawa agama Kristen ke Tanah Papua memisahkan agama dan filsafat melalui pemikir Jerman, Immanuel Kant (1724-1804).
Bahkan Friedrich Nietzsche, (1844-1900), menganggap manusia sudah membunuh Tuhan dan Tuhan sudah mati jadi manusia menjadi Tuan, tidak penting pikir Tuhan. Friedrich Nietzsche, menuduh Immanuel Kant filosof teolog mencoba memasukkan unsur agama dalam filsafat kehidupan dunia manusia dunia.
Didunia Barat yang dominan dewasa ini paham agnostisisme, yang menganggap Tuhan dan cerita agama sesuatu yang belum bisa dibuktikan kebenarannya.
Barat yang selama ini dianggap Kristen, agama hanya sebatas etika malah tidak penting. Amerika Serikat misalnya dan konstitusi negara itu dibuat oleh Thomas Jeferson yang manggaku beragama Katolik, tapi menganut deisme, yaitu mengambil kebaikan semua nilai agama dan kepercayaan diatas mayoritas penduduk Kristen Protestan lebih secular.
Konstitusi Amerika akhirnya dilihat lebih sebagai protestanisme etik bukan negara agama Kristen Protestan. Konstitusi atau Pancasila-nya Amerika mengambil nilai kebaikan semua agama sebagai etika politik bukan negara teokrasi agama Kristen.
Hal ini berbeda dengan yang terjadi di Italia, di mana dominasi Agama Katolik Roma berkedudukan, sejak munculnya philosof Nicolo Machiavelli (1469-1527), revitalisasi politik berbaju agama dibatasi dan memisahkan hanya di Vatikan.
Nocolo’ Machiavelli dianggap pemikir politik yang buruk dan pemikirannya berasal dari pengalaman pribadinya sebagai diplomat politik negara Itali.
Inti pikirannya negara menghalalkan segala cara dengan landasan hukum (konstitusi) yang dibuatnya merampas merampok secara licik dan tidak sah mengambil kekayaan alam rakyat, dengan dalih (alasan) untuk kepentingan negara, milik negara dan bangsa lain persis yang sedang terjadi saat ini di Papua bukan?
Politik Identitas PSU Papua
Suasan kampanye lebih kental nuansa spirit sektarianisme primordial. Sejak munculnya Calon Wagub BTM- Constan Karma. Simbol-simbol sektarian direproduksi menunjukkan dominasi kampanye PSU berhadapan dengan MDF yang dianggap Calon beragama non mayoritas penduduk Asli Papua yang didukung mayoritas Partai dari Jakarta.
Semangat keagamaan karena seluruh Tokoh Agama secara terang-terangan turun gunung dan mendominasi diberbagai mimbar dan kesempatan kampanye mengkampanyekan semangat keagamaan dengan mendeskreditkan kompatitornya (MDF-Mario) sebagai calon feriveral yang lebih sebagai kepentingan Pusat, mengingat MDF, sebagai orang Kota (lahir besar di kota rantauan), secara cultural non Wilayah Adat Tabi-Saireri.
Politisasi Agama
Dukungan ini seakan mau menegaskan kepada publik bahwa “Papua Tanah Injil”, Tanah Milik Agama tertentu, menegasikan Pasangan Calon PSU, Gubernur Papua, Matius Fakhiri (MDF- MARIO) yang MUSLIM/Muallaf (pindah agama Islam dari Kristen).
Siang-malam-pagi-sore secara demonstratif seluruh Pendeta GKI terus berdoa memuji Tuhan untuk kemenangan BTM - CK, dalam PSU Papua karena Calon Wakil BTM pengurus PGI Tanah Papua.
Pemilih Rasional
Fenomena macam ini tak semata hanya terjadi pertama di Tanah Papua tapi Pemilihan Gubernur DKI Jakarta antara pendukung Ahok dan Anis Baswedan pernah terjadi.
Namun demikian pemilih Papua adalah pemilih rasional (rakyat Papua pemilih cerdas dan tidak bisa dibodohi cerita irrasional). Munculnya dominasi politik identitas sektarian tak bisa membatasi daya kritisme rakyat menentukan pilihan politik mereka secara rasional secular.
Karena dimensi secularisme muncul di Eropa seperti diceritakan diatas dengan Tokoh Immanuel Kant, atau tokoh antagonis Friedrich Nietzsche dan Machiavelli menunjukkan sendi-sendi regiliusitas masyarakat Papua berorientasi lebih ke arah sekularisme.
Sehingga revitalisasi politik identitas primordial di Papua, aksaranya kurang menghunjam ke tanah, sebaliknya akar secularisme dan Kristen Protestan yang diantar ke Papua oleh Otto-Geisler di Pulau Mansinam, Manukwari, Papua Barar, yang berasal satu habitat satu dan sama dengan munculnya pemisahan agama dan filsafat politik di Eropa khususnya Jerman dan Italia lebih mewarnai tata kelola pengaturan kehidupan Papua kedepan.
Ismail Asso* Pendiri Pondok Pesantren Al Hidayah Firdaus Asso, Koya Koso Jayapura Papua.