Notification

×

Iklan

Iklan

Imam An-Nasa’i: Ulama yang Tak Luluh di Hadapan Kekuasaan

Senin, 06 Oktober 2025 | Oktober 06, 2025 WIB Last Updated 2025-10-06T15:14:36Z
jakarta,neocakra.com- Imam An-Nasa’i. Nama beliau seperti kopi hitam pekat di pagi hari. Tak bisa dilewatkan begitu saja, apalagi bagi penikmat ilmu. Lahir di kota Nasa, Khurasan pada 215 Hijriah (830 M), beliau merantau mencari ilmu dengan semangat yang tak pernah luntur. Beliau berkelana ke Hijaz, Syam, Irak, Mesir, menuntut sanad hadis shahih Nabi Muhammad Saw. Guru-gurunya adalah tokoh besar seperti Imam Abu Dawud dan Imam Tirmidzi. Karyanya, Sunan An-Nasa’i, berdiri kokoh di antara kitab-kitab hadis paling otoritatif, minim hadis lemah, sehingga selalu jadi rujukan utama para ulama. Tapi keberanian Imam An-Nasa’i jauh melampaui ilmu. Ia berani menegur penguasa lalim, bahkan hingga dianiaya dan disiksa demi mempertahankan kebenaran. Seperti padi yang makin tua semakin merunduk, ia tetap sabar, teguh pada prinsip. Wafat di Palestina pada 303 Hijriah, namun semangatnya membekas abadi. Rasulullah ﷺ pernah bersabda, “Pemimpin para syuhada adalah Hamzah bin Abdul Muthalib, dan seorang lelaki yang menegur penguasa zalim sampai terbunuh,” (HR Ath-Thabarani dan Al-Hakim). Hadis ini mengukuhkan bahwa jihad terbesar adalah keberanian menegakkan amar makruf nahi munkar kepada penguasa zalim. Kini, tantangan itu jauh lebih rumit. Banyak ulama senyap ketika penguasa mengambil kebijakan yang jelas bertentangan dengan syariat Islam dan keadilan umat. Contohnya, dukungan sebagian elite penguasa terhadap konsep dua negara (two-state solution) untuk Palestina-Israel yang nyatanya mengakui dan melegitimasi penjajahan dan penindasan terhadap bangsa Palestina. Sikap diam atau bahkan legitimasi ini menunjukkan ulama tidak lagi menjalankan fungsi utamanya sebagai pelindung umat dan penjaga syariat Padahal, syariat Islam jelas menuntut pembelaan hak-hak kaum tertindas dan larangan memudahkan kezaliman. Rasulullah dan para sahabat mencontohkan sikap tegas menolak segala bentuk penindasan dan penjajahan. Ulama sejati harus mengkritik dan menolak kebijakan apapun yang bertentangan dengan keadilan Ilahi dan menjerumuskan umat pada kehancuran moral dan sosial. Ketegasan ini bukan sekadar pilihan politik, tapi kewajiban agama dan kehormatan amal dakwah. Sayangnya, ketakutan kehilangan kedekatan dengan penguasa dan fasilitas duniawi membuat sebagian ulama memilih kompromi yang melemahkan suara kebenaran. Mereka lupa bahwa keberanian menegakkan kebenaran kepada penguasa adalah maqam tertinggi ulama, sekaligus jihad dalam arti sesungguhnya. Mereka lupa pula bahwa diam dan legitimasi terhadap ketidakadilan sama dengan bersekongkol dengan penindasan. Imam An-Nasa’i adalah cermin bagi ulama masa kini: ilmu dan keberanian tidak bisa dipisah. Jika ulama kehilangan keberanian menolak kebijakan zalim, maka fungsi vitalnya sebagai pewaris para Nabi pun hilang. Ulama sejati bukan yang datang hanya untuk didekati penguasa, tapi yang membuat penguasa gentar saat kebenaran mereka disampaikan. Inilah perjuangan ulama yang sesungguhnya—menjadi pelindung umat dan penegak keadilan Islam, walau harus menanggung risiko. Wallahu musta’an.[] Muhammad Fitrianto, S.Pd.Gr., Lc., M.A., M.Pd., C.ISP., C.LQ., Pendidik dan Wakil Kepala Sekolah di SMAIT Ar Rahman Banjarbaru.
×
Berita Terbaru Update