Notification

×

Iklan

Iklan

Pengelolaan Galian C di Indonesia: Analisis Komprehensif Regulasi, Pelanggaran, Harmonisasi, dan Implementasi Berkelanjutan.

Rabu, 08 Oktober 2025 | Oktober 08, 2025 WIB Last Updated 2025-10-08T10:00:47Z
Oleh : Danil Akbar.
Ketua Dewan Pimpinan Propinsi Resimen Brigade 571 DKI Jakarta.

Abstrak
 
Galian C, mencakup material vital seperti pasir, tanah liat, dan granit, memainkan peran esensial dalam pembangunan infrastruktur dan ekonomi daerah di Indonesia. Namun, eksploitasinya kerap kali terhambat oleh regulasi yang tumpang tindih, lemahnya penegakan hukum, dan ketidakjelasan kewenangan, sehingga memicu eksploitasi ilegal dan kerusakan lingkungan. Analisis komprehensif ini bertujuan untuk menguraikan kompleksitas pengelolaan galian C, mengidentifikasi potensi pelanggaran, merumuskan rekomendasi harmonisasi, dan mendorong implementasi praktik berkelanjutan untuk memastikan manfaat ekonomi yang optimal sejalan dengan kelestarian lingkungan dan kesejahteraan masyarakat.
 
I. Pendahuluan: 

Signifikansi dan Tantangan Galian C
 
Galian C merupakan fondasi bagi pembangunan infrastruktur dan ekonomi lokal di Indonesia. Ketersediaannya memfasilitasi pembangunan perumahan, jalan, jembatan, dan fasilitas publik lainnya. Namun, pengelolaan yang tidak tepat dapat menimbulkan dampak negatif yang signifikan terhadap lingkungan dan masyarakat. Tantangan utama meliputi :
 
1. Ketidakjelasan dan tumpang tindih regulasi antara pemerintah pusat dan daerah.

2. Lemahnya pengawasan dan penegakan hukum terhadap kegiatan penambangan ilegal.
3. Kurangnya koordinasi antar sektor terkait, seperti pertambangan, tata ruang, lingkungan hidup, dan kehutanan.

4. Kurangnya partisipasi masyarakat dalam proses pengambilan keputusan terkait pengelolaan galian C.

5. Praktik korupsi dan kolusi yang merugikan negara dan masyarakat.
 
II. Kerangka Regulasi dan Kewenangan
 
A. UU Minerba sebagai Payung Hukum:

* Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba) adalah landasan hukum utama yang mengatur seluruh kegiatan pertambangan di Indonesia, termasuk galian C (mineral bukan logam dan batuan).

* UU Minerba menetapkan persyaratan perizinan, pengelolaan lingkungan, serta pengawasan dan penegakan hukum.

B. Otonomi Daerah dan Peran Pemerintah Daerah:

* Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah (provinsi dan kabupaten/kota) untuk mengelola sumber daya alam di wilayahnya, termasuk galian C, selaras dengan prinsip desentralisasi.

* Pemerintah daerah berwenang menerbitkan izin, melakukan pengawasan, dan menegakkan hukum terkait kegiatan pertambangan galian C. Ada beberapa jenis perijinan yang dibutuhkan diantaranya :

C. Jenis Izin yang Diperlukan:

* Izin Usaha Pertambangan (IUP): Diperlukan untuk eksplorasi dan eksploitasi galian C, mencakup tahapan survei, eksplorasi, penambangan, pengolahan, dan pemurnian.

* Izin Pertambangan Rakyat (IPR): Dikhususkan untuk penambang skala kecil dengan batasan volume produksi dan luasan area yang jelas.

* Izin Pengangkutan dan Penjualan (IPP): Wajib dimiliki untuk mengangkut dan menjual hasil tambang galian C secara legal.

D. Ketidakharmonisan Regulasi: 

Akar Permasalahan

* Tumpang Tindih Kewenangan: UU Minerba memberikan kewenangan perizinan kepada pemerintah pusat, yang berpotensi menimbulkan konflik dengan otonomi daerah yang diamanatkan oleh UU Pemerintahan Daerah.

* Ketidaksinkronan Antar Sektor: Rencana tata ruang wilayah (RTRW) seringkali tidak sinkron dengan izin pertambangan galian C, menyebabkan konflik pemanfaatan lahan. Selain itu, peraturan pertambangan, lingkungan hidup, dan kehutanan seringkali tidak selaras.

* Perbedaan Interpretasi: Definisi galian C yang ambigu dan perbedaan interpretasi mengenai persyaratan reklamasi dan pascatambang menciptakan ketidakpastian hukum.
 
III. Potensi Pelanggaran dalam Pengelolaan Galian C, seperti yang terjadi di kota Bima antara lain :
 
A. Penambangan Ilegal (Tanpa Izin):

* Kegiatan penambangan tanpa IUP, IPR, atau izin sah lainnya merupakan pelanggaran pidana yang diancam sanksi penjara dan denda berdasarkan Pasal 158 UU Minerba.

B. Pelanggaran Ketentuan IUP:

* Melampaui batas wilayah IUP yang telah ditetapkan.

* Tidak memiliki IPP untuk pengangkutan dan penjualan hasil tambang.

* Mengabaikan kewajiban reklamasi dan pascatambang.

* Tidak memenuhi standar keselamatan dan kesehatan kerja (K3) serta perlindungan lingkungan.

C. Penyalahgunaan IPR:

* Pengusaha besar menggunakan IPR sebagai kedok untuk melakukan penambangan skala besar.

* Penambang IPR melakukan penambangan di luar wilayah yang diizinkan atau menggunakan metode yang merusak lingkungan.

D. Kerusakan Lingkungan yang Merugikan:

* Kegiatan penambangan yang menyebabkan erosi, sedimentasi, polusi air dan udara, serta hilangnya keanekaragaman hayati melanggar Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

* Tidak melakukan reklamasi dan pascatambang setelah penambangan selesai.

E. Praktik Korupsi dan Kolusi:

* Suap, pemerasan, dan praktik korupsi lainnya dalam proses perizinan dan pengawasan kegiatan pertambangan.

* Keterlibatan aparat pemerintah dalam penambangan ilegal atau melindungi pelaku pelanggaran.
 
IV. Harmonisasi Regulasi dan Penguatan Tata Kelola
 
A. Harmonisasi dan Sinkronisasi Regulasi:

* Pemerintah pusat dan daerah harus bekerja sama untuk mengharmonisasikan dan menyinkronkan peraturan perundang-undangan terkait galian C, menghilangkan tumpang tindih dan ketidakjelasan.

* Pembagian kewenangan yang jelas dan tegas antara pemerintah pusat dan daerah dalam perizinan galian C harus ditetapkan, mempertimbangkan otonomi daerah dan kepentingan nasional.

B. Penyederhanaan dan Digitalisasi Proses Perizinan:

* Pemerintah daerah harus menyederhanakan proses perizinan galian C untuk mengurangi birokrasi, memangkas waktu, dan menurunkan biaya.

* Pemanfaatan teknologi informasi (digitalisasi) dapat mempermudah pengajuan, pelacakan, dan pengawasan izin.

C. Penguatan Pengawasan dan Penegakan Hukum:

* Pemerintah daerah harus meningkatkan jumlah dan kapasitas personel pengawas serta memanfaatkan teknologi (citra satelit, drone) untuk pengawasan yang lebih efektif.

* Penegakan hukum harus dilakukan secara tegas, konsisten, dan tanpa pandang bulu, dengan sanksi yang proporsional dan memberikan efek jera.

D. Peningkatan Koordinasi Antar Sektor:

* Koordinasi yang efektif antara sektor pertambangan, tata ruang, lingkungan hidup, dan kehutanan sangat penting untuk memastikan pengelolaan galian C yang terpadu dan berkelanjutan.

E. Partisipasi Aktif Masyarakat:

* Masyarakat harus dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan terkait pengelolaan galian C, termasuk dalam penyusunan rencana tata ruang dan AMDAL.
 
V. Implementasi Praktik Berkelanjutan
 
A. Analisis Dampak Lingkungan (AMDAL):

* Setiap kegiatan pertambangan galian C yang berpotensi menimbulkan dampak signifikan wajib memiliki AMDAL yang komprehensif.

* AMDAL harus mengidentifikasi, mengevaluasi, dan merumuskan langkah-langkah mitigasi untuk mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan dan masyarakat.

B. Reklamasi dan Pascatambang yang Bertanggung Jawab:

* Pengusaha tambang wajib melaksanakan reklamasi dan pascatambang sesuai dengan standar teknis yang ditetapkan pemerintah.

* Reklamasi harus memulihkan lahan bekas tambang agar dapat dimanfaatkan kembali untuk kegiatan produktif atau konservasi.

* Pascatambang harus memantau dan mengelola dampak lingkungan jangka panjang.

C. Pemberdayaan Masyarakat Lokal:

* Kegiatan pertambangan harus memberikan manfaat ekonomi dan sosial kepada masyarakat lokal melalui:

* Peningkatan keterampilan dan kapasitas masyarakat.

* Penciptaan lapangan kerja.

* Pembangunan infrastruktur dan fasilitas umum.

* Penyediaan dana kompensasi yang adil bagi masyarakat terdampak.
 
VI. Peran dan Tanggung Jawab Para Pemangku Kepentingan
 
A. Pemerintah Pusat:

* Menetapkan kebijakan nasional dan standar teknis terkait pengelolaan galian C.

* Melakukan pengawasan dan pengendalian secara nasional.

B. Pemerintah Provinsi:

* Menerbitkan izin pertambangan galian C.

* Melakukan pengawasan dan penegakan hukum di tingkat provinsi.

* Menyusun RTRW yang mengakomodasi kepentingan pertambangan dan perlindungan lingkungan.

C. Pemerintah Kabupaten/Kota:

* Memberikan rekomendasi perizinan kepada pemerintah provinsi.

* Melakukan pengawasan dampak sosial dan ekonomi di tingkat lokal.

* Menyelesaikan konflik sosial akibat kegiatan pertambangan.

D. Pengusaha Tambang:

* Mematuhi peraturan perundang-undangan.

* Melaksanakan kegiatan pertambangan sesuai izin.

* Mengelola lingkungan secara bertanggung jawab.

* Berkontribusi positif bagi masyarakat lokal dan pembangunan daerah.

E. Masyarakat Lokal:

* Berperan aktif dalam pengawasan.

* Menyampaikan aspirasi dan keluhan.

* Berpartisipasi dalam pengambilan keputusan.
 
VII. Teknologi untuk Pengawasan dan Implementasi
 
- Pemanfaatan citra satelit, drone, dan sistem informasi geografis (SIG) untuk memantau aktivitas pertambangan secara real-time.

- Penggunaan aplikasi mobile untuk memudahkan pelaporan kegiatan ilegal atau pelanggaran lingkungan oleh masyarakat.

- Sistem pelacakan digital untuk memantau pergerakan material tambang dan memastikan legalitasnya.
 
VIII. Studi Kasus dan Praktik Terbaik
 
Analisis studi kasus dari daerah-daerah atau negara-negara yang berhasil mengimplementasikan pengelolaan galian C berkelanjutan akan memberikan wawasan berharga dan pembelajaran praktis.
 
IX. Kesimpulan dan Rekomendasi Konkrit
 
Pengelolaan galian C yang berkelanjutan di Indonesia memerlukan transformasi sistemik yang melibatkan harmonisasi regulasi, penguatan tata kelola, implementasi praktik berkelanjutan, dan partisipasi aktif dari semua pemangku kepentingan. Pemerintah harus berperan sebagai regulator yang tegas dan adil, pengusaha tambang harus bertanggung jawab terhadap lingkungan dan masyarakat, dan masyarakat harus berpartisipasi aktif dalam pengawasan.
 
Rekomendasi Konkrit:
 
1. Revisi dan Harmonisasi Peraturan:

Pemerintah pusat dan daerah harus segera merevisi dan mengharmonisasikan peraturan perundang-undangan terkait galian C, menghilangkan tumpang tindih dan ketidakjelasan.

2. Pembentukan Badan Koordinasi:

Membentuk badan koordinasi lintas sektor di tingkat pusat dan daerah untuk memastikan pengelolaan galian C yang terpadu dan berkelanjutan.

3. Peningkatan Kapasitas Aparat:

Meningkatkan kapasitas aparat pemerintah daerah dalam pengawasan dan penegakan hukum terkait pertambangan galian C.

4. Insentif untuk Praktik Berkelanjutan:

Memberikan insentif kepada pengusaha tambang yang menerapkan praktik pertambangan berkelanjutan dan memberikan kontribusi positif bagi masyarakat lokal.

5. Diseminasi Informasi: 

Meningkatkan diseminasi informasi kepada masyarakat mengenai peraturan, perizinan, dan dampak lingkungan dari kegiatan pertambangan galian C.

Penutup

Dengan komitmen yang kuat dan disertai implementasi langkah-langkah yang tepat, diharapkan galian C dapat memberikan manfaat ekonomi yang optimal bagi Indonesia tanpa mengorbankan lingkungan dan kesejahteraan masyarakat. Kegagalan dalam mengelola galian C secara berkelanjutan akan berdampak negatif yang berkepanjangan bagi lingkungan, masyarakat, dan pembangunan daerah.
 
Disclaimer:
 
Dokumen ini, termasuk seluruh informasi, analisis, dan rekomendasi yang terkandung di dalamnya, disusun sebagai referensi dan panduan umum terkait pengelolaan galian C di Indonesia. Dokumen ini bukan merupakan nasihat hukum atau kebijakan resmi dari pemerintah atau lembaga terkait lainnya.
 
1. Meskipun upaya telah dilakukan untuk memastikan keakuratan dan kelengkapan informasi, terdapat kemungkinan adanya kesalahan atau kekurangan. Peraturan perundang-undangan, kebijakan pemerintah, dan kondisi lapangan dapat berubah sewaktu-waktu, sehingga informasi dalam dokumen ini mungkin menjadi tidak akurat atau tidak relevan.

2. Tulisan ini tidak memiliki kekuatan hukum mengikat dan tidak dapat digunakan sebagai dasar untuk mengajukan klaim atau tuntutan hukum. Pengguna dokumen ini bertanggung jawab penuh atas penggunaan informasi yang terkandung di dalamnya.

3. Opini dan Interpretasi: Analisis dan rekomendasi yang terkandung dalam dokumen ini merupakan opini dan interpretasi penulis berdasarkan informasi yang tersedia. Opini dan interpretasi ini dapat berbeda dengan pandangan pihak lain.

4. Tidak ada jaminan bahwa implementasi rekomendasi yang terkandung dalam dokumen ini akan menghasilkan hasil yang diinginkan. Keberhasilan implementasi bergantung pada berbagai faktor, termasuk komitmen para pemangku kepentingan, kondisi lapangan, dan perubahan kebijakan.

5. Pengguna tulisan ini bertanggung jawab untuk memverifikasi informasi, berkonsultasi dengan ahli hukum atau profesional terkait, dan mempertimbangkan kondisi spesifik sebelum mengambil tindakan atau membuat keputusan berdasarkan informasi yang terkandung di dalamnya. 

6. Penulis tidak bertanggung jawab atas kerugian atau kerusakan yang timbul akibat penggunaan informasi yang terkandung di dalamnya.

7. Silahkan digunakan sebagai bahan pertimbangan, namun tidak bersifat mutlak. 
 
Dengan membaca dan menggunakan dokumen ini, Anda dianggap telah memahami dan menyetujui disclaimer ini.
×
Berita Terbaru Update