Jakarta,neocakra.com _Di tengah-tengah kemiskinan 24 juta orang menurut Biro Pusat Statistik (BPS), atau lebih dari 100 juta orang menurut Bank Dunia, para pejabat ramai-ramai bancakan uang negara. Bukan hanya pejabat pusat. Pejabat daerah pun ikut-ikutan rakus.
Kebobrokan tingkah laku pejabat BUMN-BUMN kini terkuak. Kita ingat dulu bagaimana kelakuan direksi Garuda yang menyelundupkan motor-motor mewah ke tanah air. Pejabat Asuransi Jiwasraya yang menggerogoti uang perusahaan sampai Rp13,7 triliun. Pejabat Asabri yang diduga merugikan perusahaan sampai Rp10,8 triliun dan lain-lain.
Kerakusan bukan hanya korupsi atau penyelewengan uang negara. Kerakusan dimulai dari tidak empatinya para pejabat terhadap kondisi jutaan kaum miskin di Indonesia. Anggota DPR yang menerima gaji tiap bulan lebih dari Rp100 juta sebenarnya bisa digolongkan rakus. Begitu pula direksi Pertamina yang menerima gaji, lebih dari Rp4 miliar per bulan (tahun 2022) juga rakus.
Lihatlah misalnya kerakusan di Bank Pemerintah pada tahun 2024. Berdasarkan data publik terakhir, gaji dan tunjangan tetap Direksi Bank Mandiri untuk 2024 tercatat Rp339,66 miliar/tahun untuk seluruh direksi. Kalau dibagi rata kepada 12 orang direksi, maka estimasi gaji + tunjangan tetap per orang adalah sekitar: Rp339,66 miliar / 12 bulan / 12 orang ≈ Rp2,36 miliar/bulan. Sedangkan 11 Dewan Komisarisnya, masing-masing mendapat sekitar Rp930 juta/bulan.
Sedangkan gaji dan tunjangan untuk 12 direksi Bank BRI, masing-masing mendapat sekitar Rp4,24 miliar per bulan (data 2024). Sedangkan 11 dewan komisarisnya mendapat gaji dan tunjangan sekitar Rp114 juta per bulan.
Begitu pula yang terjadi pada BPJS. Di tengah-tengah BPJS defisit triliunan, direksinya menikmati gaji ratusan juta. Mengutip Rencana Kerja Anggaran Tahunan (RKAT) 2019, BPJS Kesehatan menganggarkan beban insentif kepada direksi sebesar Rp32,88 miliar. Jika dibagi ke delapan anggota direksi, maka setiap anggota direksi mendapatkan insentif Rp4,11 miliar per orang. Dengan kata lain, masing-masing direksi menikmati insentif Rp342,56 juta per bulan.
Bayangkan di tengah-tengah rakyat miskin kesulitan mengumpulkan iuran BPJS untuk anggota keluarganya per orang Rp35 ribu sebulan, para direksi BPJS menerima gaji lebih dari Rp300 juta sebulan!
Kerakusan bukan hanya pada pejabat pusat. Pejabat daerah kini ikut-ikutan rakus. Gaji anggota DPRD Depok kini mencapai Rp45 juta per bulan. Gaji DPRD Kota Bekasi berkisar Rp46 juta dan seterusnya. Wali Kota dan Gubernur meski gajinya tidak besar, tapi biaya operasionalnya per bulan bisa ratusan juta atau miliaran.
Kalau para pejabat itu ada empati untuk orang miskin di tanah air, gaji mereka harusnya tidak lebih dari Rp30 juta. Coba bayangkan bila gaji anggota DPR RI Rp30 juta pe bulan, bukan Rp100 juta, maka bisa dihemat Rp70 juta x 575= Rp40,25 miliar. Coba berapa ratus rumah bisa dibangun untuk orang miskin tiap bulan dengan uang Rp40 miliar itu? Katanya wakil rakyat, rakyatnya banyak yang miskin kok mereka enak-enakan kaya sendiri.
Menurut FITRA (Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran), gaji anggota DPR per bulan sekitar Rp240 juta. Sementara menurut Wakil Ketua DPR, Sufmi Dasco Ahmad, gaji anggota DPR hanya Rp65,5 juta per bulan. Nampaknya masyarakat lebih percaya kepada FITRA daripada Wakil Ketua DPR.
Itu baru kita bicara gaji yang resmi. Di negeri ini seringkali para pejabat terkait dengan bisnis-binis sumberdaya alam di tanah air. Seperti batu bara, nikel, emas, BBM, pasir laut, kelapa sawit dan lain-lain. Maka jangan heran para pejabat di negeri ini banyak kekayaannya yang tidak masuk akal. Misalnya gaji di kantor cuma Rp20 juta sebulan, tapi kekayaannya kadang ratusan miliar.
Begitulah kerakusan yang terjadi di negeri ini. Maka jangan heran, kalau korupsi terus menjamur baik di pusat maupun di daerah. Karena lingkungan kerja atau lingkungan birokrasi yang ada membuat orang iri hati melihat kawan sekerjanya yang lebih kaya. Mereka saling bersaing untuk lebih kaya, bukan saling bersaing untuk lebih empati kepada orang miskin.
Bila di-manage secara tepat dan para pejabat tidak rakus, maka Indonesia sebenarnya bisa menjadi negeri yang adil makmur. Tapi selama pejabatnya tamak dan sistem penggajian seperti ini, mustahil Indonesia menjadi adil makmur. Yang terjadi adalah BUMN-BUMN makin bobrok dan rakyat makin miskin. Para pejabat bermewah-mewah, sementara BUMN-BUMN menderita kerugian. Para pejabat kaya raya, sementara puluhan juta rakyat miskin tidak bisa membeli sembako, BBM, pakaian pantas, obat-obatan dan rumah yang layak.
Begitulah bila keuangan di negeri ini dijadikan bancakan para pejabat. Bukan diatur, misalnya sesuai dengan manajemen pemerintahan Umar bin Khatttab atau Umar bin Abdul Azis. Di masa dua khalifah itu, Baitul Mal (Keuangan Negara) kaya raya, tapi para pejabatnya hidup sederhana. Sehingga rakyatnya adil makmur. Saking makmurnya di masa Umar bin Abdul Azis, pemerintah kesulitan menyalurkan harta zakat di negerinya, karena rakyatnya menolak menerima zakat.
Perilaku rakus ini membahayakan, baik diri pribadi maupun masyarakat. Nabi Saw pernah berpesan kepada Hakim bin Hizam: “Wahai Hakim, sesungguhnya harta itu indah menggoda. Barang siapa yang tidak mengambilnya dengan rakus maka ia akan mendapati berkah. Barang siapa yang mengambilnya dengan rakus, maka ia tidak akan mendapati berkah; ia seperti orang makan yang tidak merasa kenyang” (HR al-Bukhari).
Rasulullah Saw juga pernah berpesan: “Dua serigala yang lapar yang dilepas di tengah kumpulan kambing, tidak lebih merusak dibandingkan dengan sifat tamak manusia terhadap harta dan kedudukan yang sangat merusak agamanya.” (HR Ahmad)
Allâh SWT berfirman: “Dan kamu mencintai harta dengan kecintaan yang berlebihan.” (QS. Al-Fajr [89]: 20). “Dan sesungguhnya cintanya kepada harta benar-benar berlebihan.” (QS. Al-‘Âdiyât [100]: 8).
Dari Abbas bin Sahl bin Sa’ad, ia berkata, “Saya pernah mendengar Ibnu Zubair dalam khutbahnya di atas mimbar di Mekah berkata: “Wahai manusia! Sesungguhnya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Sungguh, seandainya anak Adam diberikan satu lembah yang penuh dengan emas, pasti dia akan ingin memiliki lembah yang kedua, dan jika seandainya dia sudah diberikan yang kedua, pasti dia ingin mempunyai yang ketiga. Tidak ada yang dapat menutup perut anak Adam kecuali tanah, dan Allâh Subhanahu wa Ta’ala menerima taubat bagi siapa saja yang bertaubat.” (HR Bukhari)
Rasulullah Saw juga berpesan: “Sesungguhnya dinar dan dirham telah membinasakan orang-orang sebelum kalian dan keduanya juga membinasakan kalian.” (Musnad Ahmad bin Hanbal). []